Minggu, 17 Mei 2009
Pendidikan Seks mencakup pengajaran pengetahuan-pengetahuan yang berguna dan ketrampilan-ketrampilan yang berkaitan dengan masalah-masalah penting yang berhubungan dengan seksualitas, termasuk keintiman, hubungan manusia, identitas seksual dan peran gender, anatomi reproduksi dan citra tubuh, pubertas dan proses reproduksi, aspek emosional dari pendewasaan, nilai dari meningkatnya kesadaran remaja yang belum aktif secara seksual, cara-cara pencegahan kehamilan dan pencegahan HIV/PHS (Penyakit akibat Hubungan Seksual), dan akibat-akibat kesehatan dari tidak memakai kontrasepsi dan cara-cara pencegahan di antara remaja-remaja yang aktif secara seksual. Penelitian menunjukkan bahwa seksualitas remaja paling banyak dipengaruhi oleh orangtua, diikuti oleh teman-teman sekelompok, dan akhirnya, oleh apa yang dipelajari di sekolah.
Pendidikan seks berkembang sebagai tanggapan dari penelitian-penelitian yang menunjukkan angka keterlibatan seksual remaja yang tinggi (75% pada saat di perguruan tinggi) dan rendahnya penggunaan kontrasepsi dan pengetahuan tentang Penyakit akibat Hubungan Seksual (PHS). Lebih jauh lagi, penelitian-penelitian ini menunjukkan bahwa beberapa faktor situasional mendukung aktifitas beresiko ini di kalangan remaja - terutama kegagalan untuk merencanakan dari awal untuk aktivitas seksual (dengan asumsi bahwa merencanakan berhubungan seks akan merusak spontanitas dan keromantisan) dan penggunaan alkohol atau obat-obatan sebelum atau dalam berhubungan seks. Juga, kurangnya pemikiran mengenai akibat berhubungan seks sangat umum di kalangan remaja. Seluruh faktor ini dihubungkan dengan tingkat penggunaan kondom yang rendah di kalangan remaja, dan biasanya semua ini disampaikan pada program-program pendidikan seks.
Tujuan utama dari pendidikan seks di sekolah adalah perkenalan pada kesehatan seksual. Untuk mencapai tujuan ini, kebanyakan program menyediakan informasi yang akurat tentang seksualitas manusia, kesempatan untuk klarifikasi nilai, ketrampilan untuk mengembangkan hubungan interpersonal, dan bantuan dalam mewujudkan kehidupan seksual yang bertanggung jawab, termasuk penerapan perilaku dan sikap yang sehat yang berhubungan dengan perilaku seksual. Penelitian tentang efektifitas pendidikan seks mempunyai hasil yang beragam. Umumnya, pendidikan seks telah berhasil meningkatkan pengetahuan remaja tentang masalah-masalah seksual, termasuk cara mengembangkan kemampuan interpersonal yang berkaitan dengan perilaku seksual, dan menerapkan nilai-nilai yang tepat, tapi hasilnya belum menggembirakan terutama berkaitan dengan penggunaan kontrasepsi dan perilaku seksual. Hasil terbaik ditemukan pada program pendidikan yang bekerjasama dengan klinik kesehatan di sekolah. Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seks efektif bila disampaikan sebelum aktivitas seksual muncul, dan pada saat ia menggabungkan masalah kesadaran dan kontrasepsi. Penelitian menolak anggapan bahwa pendidikan seks mendorong eksperimen seksual atau meningkatkan aktivitas seksual. Program yang menekankan masalah kesadaran juga terbukti tidak efektif dalam mengendalikan awal aktivitas seksual.
Pendidikan seks yang disampaikan hanya di dalam kelas sangat terbatas efektifitasnya. Karena itu timbul pendekatan-pendekatan yang inovatif. Salah satunya adalah melalui pembuatan video-video pendidikan. Video ini menekankan teknik kepercayaan diri dan penolakan (bila ada tekanan kelompok), pembuatan keputusan yang berkaitan dengan seksualitas remaja, dan seks yang spesifik dan informasi kesehatan (misalnya gejala-gejala PHS). Ada video yang mengangkat masalah praktek penggabungan alkohol dan aktivitas seksual (yang mendorong pembuatan keputusan yang lemah dan perilaku yang berbahaya). Alasan pembuatannya adalah karena pengetahuan saja tidak cukup untuk merendahkan frekuensi perilaku berbahaya. Video mengenai pendidikan seks biasanya membahas masalah hambatan-hambatan dalam menghindari resiko (misalnya tekanan dari pacar untuk berhubungan seks atau anggapan yang tersebar luas bahwa kondom tidak efektif dalam mencegah kehamilan atau infeksi PHS/HIV).
Pendekatan inovatif lain, yang menggabungkan hiburan dan komunikasi kelompok mengenai pendidikan seks, adalah penggunaan teater remaja. Ini dimulai tahun 1973 di New York Medical College. Sejak dimulai, pendidikan seks dengan teater remaja telah diterapkan di banyak tempat di AS. Harapannya adalah pertunjukan drama tentang masalah-masalah penting dalam pendidikan seksual akan mengurangi kecemasan remaja tentang masalah-masalah sensitif, meningkatkan keinginan remaja untuk berbicara terbuka mengenai masalah-masalah seksual, meningkatkan minat remaja yang aktif secara seksual untuk menggunakan kontrasepsi dan melindungi diri dari HIV/PHS, dan menolong penundaan aktifitas seksual bagi remaja yang belum aktif. Penelitian menunjukkan bahwa satu faktor kunci tidak dipakainya kondom di kalangan remaja adalah rasa malu. Untuk mengatasinya, beberapa teater remaja memfokuskan pertunjukan mereka pada pembuatan keputusan mengenai pembelian dan penggunaan kondom. Evaluasi dari pendidikan seks melalui teater remaja menunjukkan bahwa pendekatan ini meningkatkan tingkat pengetahuan seksual dan meningkatkan keinginan untuk bicara bebas mengenai seks. Tapi, hasilnya belum jelas terlihat terhadap praktek-praktek hubungan seks.
Dukungan orangtua terhadap pendidikan seks yang berhubungan dengan AIDS mencapai 90% dari seluruh orangtua yang diteliti. Bahkan di antara orang tua yang mendukung pendidikan seks, masih ada perdebatan mengenai isinya (apakah kesadaran untuk menahan menjadi penekanan, haruskah alat kontrasepsi didiskusikan, apakah pengetahuan tentang kontrasepsi akan mendorong aktifitas seksual) dan pada umur berapa pendidikan seks diberikan.
Sebagian masyarakat percaya bahwa pendidikan seks harus diberikan di rumah, hingga ada jaminan bahwa orang tua akan bebas mengajarkan nilai-nilai moral mengenai seksualitas dan aktifitas seksual kepada anak-anak mereka. Beberapa kelompok orangtua telah melakukan protes atas pelaksanaan program pendidikan seks dan program lain yang terkait (misalnya pendidikan pencegahan HIV untuk remaja) di sekolah-sekolah umum. Walau beberapa kelompok penentangnya berorientasi religius, penelitian membuktikan bahwa gereja tidak ikut campur dalam masalah pendidikan seks. Kurangnya pendidikan dan orangtua yang telah berumur secara umum kurang menyukai pendidikan seks.
Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan seks akan sangat efektif bila orangtua dan sekolah menyampaikan pesan-pesan yang sama mengenai seksualitas remaja.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar